Minggu, 13 Januari 2013

UTS di Semeru



Orang-orang pada nanya, gimana cerita perjalanan ke Semeru, beberapa hari lalu. Tapi gw agak bingung mau ceritnya gimana. Entahlah, hasrat menceritakannya kurang begitu membuncah di jiwa.

Oke, pertama, Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah subhanahu wata’ala, telah memberi kesempatan menjejaki Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terutama track Semeru.

Gw berterima kasih kepada Hanang yang udah ngajakin gw untuk menjejaki Semeru. Ditambah lagi dengan Ranny yang jadi leader kita karena sebelumnya pernah menjejaki track itu, bahkan sampe Mahameru. Juga terima kasih buat Tomy yang banyak membantu gw selama di Semeru.

Jumat malam, 21 Desember 2012, selepas salat magrib gw menuju terminal Rajabasa. Nggak lama menangkap sosok Udin. Ternyata berangkat di waktu yang sama. Kalau Udin, tujuannya ke Puncak Bogor.

Nah, kalau gw nunggu Ranny, si Udin nunggu Tomy. Setau gw, Udin dan Tomy punya tujuan yang sama. Si Hanang sudah berangkat duluan ke Bekasi. Cari beberapa alat untuk mendaki.

Pas Tomy datang bawa carrier dan ada matrasnya, gw mulai nge-tune. Kayaknya Tomy putar arah, nggak seperti apa yang dia katakan ke Ka Puskom, waktu gw izin ke Ka Puskom untuk minta tambahan libur beberapa hari.

Well, jadi kami satu tim ada 4 orang. Ranny udah “ngerayu” Udin juga buat ikutan ke Semeru. Tapi sepertinya Udin tidak siap. Haha.

Waktu di Kapal Roro Rajabasa 1, ada acara makan malam di tengah malam dan di tengah jalan, di ruang VIP (kalo nggak salah). Sampai di Merak, lanjut naik bus ke Terminal Rambutan. Ketemu Abdi dan berpisah dengan Udin.

Abdi, mahasiswa angkatan 2012 dari fakultas dakwah UIN, nganterin gw dan Ranny ke Terminnal Pulogadung. Selebihnya, gw dan Ranny berbenah, sambil nunggu Hanang datang. Abis itu, kita makan soto. Gw nggak abis. Hebatnya, Abdi dengan senang hati ngabisin makanan gw. Salut. Padahal dia, kenal gw aja enggak.

Ada insiden unik ketika Tomy telat sampai terminal, bis sudah mulai jalan, dan Hanang dimarahin kondektur. Haha.. Ditambah lagi, kita semua jadi panik. Tapi akhirnya semua berjalan dengan baik. Tomy duduk di samping Cahya, lulusan D3 Teknik Elektro UGM. Angkatan 2009 juga, kayak Ranny dan Hanang.

23 Desember 2012. 3.34 PM di terminal Tirtonadi, Surakarta, Solo, Jawa Tengah. Ini terminal paling rapi yang pernah gw liat. Ada tulisan “Terminal ini bebas pencuri, calo, dan pengemis”. Ada logo Dishub di sisi kanan tulisan itu. Keren.

5.50 PM, kami melintasi Ngawi. Kiri-kanan jalan berhias sawah yang tumpang sari. Gw sampe terinspirasi menulis sebuah puisi. Haha..



Ada yang begitu berkesan waktu melewati Kota mBatu. Baca tulisan Soto Jangan. Melihat paralayang, Rafting, air terjun, dan melihat gunung yang kami tuju, dengan puncaknya yang begitu merayu, Mahameru.

Singkat cerita, di sore yang terjuyur hujan, kami sampai di Pasar Tumpang. Buat surat keterangan sehat buat Hanang, solat zuhur dan asar yang dijamak, dan beli perlengkapan logistik untuk mendaki. Lepas magrib, kami menuju Ranu Pani dengan Jip. Bersama dua tim lain yang juga sudah menunggu di Pasar Tumpang.

Perjalanan ke Ranu Pani begitu amazing buat gw. Si supir begitu hebat. Bisa melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi padahal kabut membuat jarak pandang hanya sekitar 2-5 meter. Keren. Pasti bisa begitu karena setiap hari melintasi jalan yang sama. Sudah hapal lika-likunya.

Di perjalanan, gw sedikit berat bernafas. Mungkin karena biasa di dataran rendah dan malam itu tetiba harus bermukim di dataran tinggi. Atau mungkin karena psikologis gw aja yang belum nyaman. Tapi lama-kelamaan gw baik-baik saja. Takjub, gw sampai di Ranu Pani.

Malam itu, kami membuka tenda di depan Pos Pendaftaran Pendaki. Tenda yang dibeli di Jakarta ternyata bermasalah. Untung bertetangga dengan tenda Mas Nizar, dari Brebes. Dia baru turun dari pendakian. Kerennya, dia dan rekannya berhasil muncak, meski baru pertama ke Semeru. Meski begitu, tetap wajar, Mas Nizar sudah biasa “nanjak”. Mas Nizar bantuin kita, bahkan buatin kita wedang jahe.

Malam itu gw kedinginan banget. Sampe gw akhirnya satu Sleeping Bag sama si Ranny. Hihihi. Entah berapa suhunya malam itu. Ngeri deh, gw berasa setengah mati kedinginan.

24 Desember 2012, selepas sarapan kami berangkat. Lewat track legal yang dibuat oleh NBTS. Awalnya gw begitu bersemangat. Tapi karena nggak biasa nanjak, ternyata gw nggak cukup kuat menahan berat carrier dan rasa capek melangkah. Akhirnya, Tomy yang bawa tas gw. Gw tuker bawa dua tas kecil Tomy dan Hanang.

Semua berjalan lancar sejatinya. Meski selama perjalanan itu, hati gw terbebani dan merasa bersalah karena Tomy harus bawa carrier gw. Waktu di pos 3, hujan mulai menderas sampai di pos 4. Sedikit lagi sampai di pos 4, Tomy jatuh. Salah satu pergelangan kakinya terkilir. Dari situ,  gw pikir, gw harus bawa carrier gw sendiri.

Malam di Ranu Kombolo. Kompor yang dibawa Ranny nggak bisa idup. Akhirnya pinjem kompor tim lain. Solat, masak (Ranny yang masak), ngobrol, tidur.

25 Desember 2012. bangun subuh, solat, sarapan, foto-foto, melangkah bareng Ranny dan Hanang di Tanjakan Cinta.

Ada beberapa yang nanya, gw inget nama siapa di Tanjakan Cinta. Gw nggak inget nama siapa-siapa. Nggak sempet. Soalnya, menjejaki tracknya aja, sudah berat buat gw. Haha.

Sambil duduk-duduk menatap hamparan datar dan beberapa tim yang melanjutkan perjalanan, gw, Ranny, Hanang berdiskusi. Kami putuskan untuk nggak muncak, kali ini. Lebih baik kita turun karena salah satu tim ada yang cidera. Itu lebih baik daripada keadaan semakin buruk.

Sekitar jam 10 pagi, kami bertolak ke Ranu Pani. Kali ini lewat track Ayek-Ayek. Tapi, Arizka (aka Uul), salah satu remaja yang tinggal di Ranu Pani dan kebetulan melintasi jalan kami, bilang, itu track namanya Plosotan.

Gw bersyukur kami melewati track itu. Sejatinya track itu lebih berat ketimbang track awal kami menuju Ranu Kombolo. Karena track itu, gw jadi tau, ternyata gw sanggup membawa carrier gw sendiri. Padahal beban lebih berat karena ada baju basah. Gw tersadar, hanya dibutuhkan tekat juang yang lebih besar dari biasanya. Itu saja.

Track Plosotan itu cukup “menipu”. Beberapa kali gw kira kami sudah sampai puncaknya, ternyata belum. Lagi-lagi belum. Sampai beberapa kali. Kata Ranny, itu nggak jauh beda dengan track Rinjani yang juga “menipu”.

Di track itu, kami bertemu timnya Mas Irfanto Ahmad dari Surabaya. Mereka yang sudah cukup profesional, juga memutuskan nggak muncak karena salah satu timnya terkilir. Gw jadi nyadar, ternyata begitu ya kalau berjalan dengan tim. Nggak boleh egois, meski sadar, anggota lain sejatinya pingin muncak juga.

Di Plosotan, kenal sama Uul, Gondrong, dan Patke. Mereka remaja dari Ranu Pani. Sekarang bertani. Mungkin seumuran kelas 2 SMA. Sayang mereka nggak lanjut setelah lulus SMP. Kalau mau lanjut, harus sekolah di sekitaran Tumpang. Terlalu jauh dari Ranu Pani.

Mereka bertiga jadi penujuk jala buat kami. Sepertinya mereka juga sengaja nunggu kami. Mungkin karena di tim gw, ada gw dan Ranny yang notabene perempuan, bawa carrier pula, di track yang cukup terjal begitu. Bahkan rentan kepeleset dan jatuh karena jalan cukup licin dan berdampingan dengan jurang.

Waktu perjalanan turun mulai mendekati Ranu Pani, masya allah, pemandangannya keren. Sayur-mayur di kiri-kanan jalan terlihat begitu rapi. Keren banget deh.

Asar, kami sampai di pos TNBTS. Magrib kami bertolak ke pasar tumpang dan kembali pulang. Bareng timnya Mas Gito dari Jakarta. Ada Mas Ian, Mas Wahyu, dan Mas Deri. Satu lagi sih, yang bukan tim Mas Gito, tapi bareng pulangnya. Kita naik bus ac abal-abal, dari Surabaya sampai Pulogadung. Gilanya, supir bus itu ketauan ngantongin jam seorang penumpang asal Flores, kalo nggak salah. Supirnya ditonjok sama si penumpang. Giginya patah dua. Urusan itu dibawa ke kepolisian.

Well, buat gw, perjalanan ke Semeru kali ini merupakan UTS. Gw harus mempersiapkan diri lebih baik lagi supaya Mei 2013 nanti, gw bisa benar-benar menjejakkan kaki di Mahameru, tanpa keegoisan, tanpa kesalahniatan, tanpa kesombongan, dan tanpa membebani orang lain.

Semoga nanti gw bisa muncak dengan penuh kerendahan hati dan rasa syukur. Mampu merapalkan surat cinta dari Sang Pencipta Yang Maha Tinggi di tanah tertinggi di pulau Jawa, Negeri Atas Awan, Mahameru. Aamiin.

Menurut gw:

1. Kalau nggak pernah berjalan jauh, nggak biasa olahraga, dan nggak bisa menganggat beban berat, minimal setengah dari berat badan sediri, tapi tetep bersikeran ke Semeru, berarti sedang berniat untuk membebani orang lain.

2. Sebaiknya jejaki dulu gunung-gunung lain, sebelum ke Semeru. Biar tau, muncak itu sebenarnya seperti apa. Harus siap tidur di alam bebas, makan dengan keadaan terbatas. Juga soal bersih-bersih. Jangan harap senyaman di rumah. Harus gali lubang-tutup lubang dan belum tentu bertemu air.

3. Di gunung, entah kenapa, kata: kentut, boker, ee' atau pup jadi sesuatu yang biasa saja untuk diucapkan. Bahkan kalau melihat orang sudah mulai melipir ke balik pohon atau berjongkok di semak-semak, sudah otomatis memalingkan muka tanpa harus bertanya-tanya mereka hendak apa. Semua jadi begitu mudah untuk dimaklumi. Atau di gunung, memudahkan orang kehilangan kesopanan, rasa malu, dan tatakrama berbicara, entahlah.

4. Menyedihkan dengan keadaan Ranu Kombolo. Disaat gw bela-belain meninggalkan pasta gigi dan facial foam supaya danau itu tidak tercemar, eh ada aja orang yang seenaknya sikat gigi, cuci muka, mandi, dan sampoan dengan produk-produk kimia itu. Padahal Ranu kumbolo adalah sumber air minum kita, para pendaki.

5. Belajar packing deh. Serius. Belajar packing yang efisien untuk dibawa nanjak. Supaya nggak ngerepotin diri sendiri dan orang lain.

Natar, 29 Desember 2012
Hisna Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar