Perempuan yang hampir setiap menit kau dongengkan kata "i love yu" itu
sebenarnya memiliki pemikiran yang sederhana.
Ingatkah ketika ia melontarkan konsep
sekiranya ada pernikahan yang setelah akad, si wanita dan si pria tetap tinggal di rumahnya masing-masing
lalu mereka bebas bertemu di mana pun, meski berdua saja,
karena mereka telah memiliki ikatan yang suci,
maka ia akan lakukan itu.
Bukan seperti sekarang, kau dan perempuan yang hampir setiap menit kau dongengkan kata "i love yu" tak punya ikatan apa-apa, lantas begitu seringnya jalan bersama.
Kau ingat, belakangan, setiap kali kau katakan "i love yu" di telinganya,
ia menggeleng, mengatakan "tidak", lantas tersenyum getir.
Itu senyum ironi dari gelengan dan kata "tidak" yang jujur.
Ia pikir kau memang tidak benar-benar mencintainya, ternyata.
Tidak mencintainya dengan cara yang baik, meski telah ia tawarkan cara yang baik untuk mencintainya: segera menikah!
Ia juga pastikan, dengan segala kekurangan yang kau punya, orangtuanya akan tetap menerima.
Tidak ada kata "tidak".
Tapi nyatanya, kau malah semakin mengulur waktu.
Kau tau apa arti uluran waktu yang kau lontar itu?
Pertanda kau tak ingin cepat-cepat menyelamatkan nama baiknya saat berjalan di sampingmu.
Begitukah caramu mencintainya?
Benarkah kau begitu menyayanginya?
Dalam pemikiran perempuan itu, ejawantah mencintai dan menyayangi adalah buru-buru menjaga nama baiknya, buru-buru menyelamatkan kehormatan martabatnya. Sederhana.
Perempuan itu sempat berpikir, mengapa tidak bertemu denganmu di Maret tahun depan saja,
mulai jatuh cinta padamu di Maret tahun depan saja,
sehingga tidak apa membiarkan namanya sedikit ternoda ketika kalian jalan bersama,
hingga beberapa bulan kemudian kau datang melamarnya.
Bodohnya perempuan itu. Sungguh!
10.44
4 Agustus 2013
Hisna Cahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar